Cerita Dewasa - Teman Fitness
Teman Fitness |
Suatu ketika pada waktu senam usai aku merasa lapar, kusempatkan sebentar mampir di kantin depan untuk minum, di sana kulihat banyak sekali wanita dengan riang dan tertawa lepas. Sambil minum aku merasa ada sepasang mata melihatku dengan serius dan kucoba menoleh dia tersenyum. Kutaksir umurnya 32 tahun tetapi badannya masih sip. Kubuang pandang mataku menjauhi untuk menghindari tatapan matanya tapi tak lama kemudian aku dibuat terkejut oleh suaranya yang sudah berada didekatku.
"Sendirian ya.., Boleh Aku duduk di sini", pintanya sambil meletakkan pantatnya di kursi depanku, sehingga dia sekarang jelas berada di hadapanku. Dia memperkenalkan diri dengan nama Diana dan aku menyambut dengan memberikan namaku "Ade". Saat dia ngobrol kuperhatikan bodinya cukup bagus, dadanya kutaksir nomor 36C besar dan padat, pinggangnya ramping. Perkenalan awal ini akhirnya aku dan Diana menjadi lebih akrab. Suatu ketika saat aku pulang senam kulihat Diana sendiri, dengan baik hati aku menawarkan dia untuk aku antar ketujuannya dan dia tidak menolak.
Di dalam mobil sesekali mataku mencuri pandang ke arah dadanya, kali ini Diana memakai kaos dengan leher rendah dan ketat sehingga nampak jelas garis BH-nya. Tanpa terasa dia juga melihat ekor mataku dan berkata;
"Hayo De.., Kamu lihat apa barusan.., Kalo nyetir yang bagus dong jangan lihat samping ntar kalo nabrak bagaimana", tanyanya pura-pura marah.
"Ah.., Nggak ada cuman lihat aja kog", jawabku bingung sambil menggaruk kepala yang tidak gatal tanda aku manyun.
"Ah.., Sudahlah.., toh sama juga khan dengan punya istrimu di rumah", timpalnya sambil tersenyum. Aku jadi salah tingkah saat pertama kali berkenalan kami memang sama-sama mengaku jujur tentang kondisi masing-masing.
Kendaraan memasuki halaman yang cukup luas dengan taman yang cukup bagus
"Masuk dulu De,.., aku ada perlu pengin cerita-cerita ama Kamu", pintanya. Tanpa persetujuan lagi aku memasuki ruang tamunya. Tak lama kemudian Diana keluar dengan memakai rok mini dan kaos tanpa lengan. Pandanganku jadi kacau melihatnya, dari sela ketiaknya kulihat jelas BH-nya hitam dengan daging yang menyembul indah.
"Lho.., Kog sepi nih, mana keluargamu yang lain..", tanyaku menyelidik.
"Anakku masih sekolah sedangkan suamiku sudah 4 hari ini tidak pulang, biasa bisnis", jawabnya. Sambil kulihat tangannya mengutak-atik remote televisi.
"Nah terus kegiatanmu apa kalo lagi sepi begini..", tanyaku lagi. Sambil sesekali mataku kuarahkan pada pahanya yang mulus terlihat dibalik rok mininya.
"Yach biasanya sih abis senam Aku kumpul-kumpul ama beberapa ibu-ibu dan dilanjutkan dengan santai-santai, belanja atau putar Video.., e.., e.., Yah tahu sendiri lah", senyumnya menggoda. Gaya duduk Diana berubah-ubah sehingga aku semakin bebas mengarahkan mataku pada pahanya yang terkadang menyembul banyak disela rok mininya.
Timbul niat isengku untuk menggodanya lebih jauh, "Video apaan sih..", tanyaku pura-pura bodoh. Lama Diana terdiam dan akhirnya dia mengarahkan tangannya pada televisi dan tak lama kulihat adegan yang cukup mendebarkan yaitu seorang lelaki hitam dengan penis yang lumayan besar sedang dikulum oleh perempuan kulit putih. Kontras sekali nampaknya, aku terkejut sambil memandang Diana, dia tersenyum aku jadi salah tingkah. Akhirnya televisinya dimatikan.
"Yah itulah yang sering kami tonton bersama De.., Kami puas setelah menonton terus rumpi sama-sama, kebetulan hari ini mereka ada acara dan aku tidak sehingga aku sendirian saat ini", ceritanya pasrah.
"Nonton aja apa enaknya?, tanyaku menggoda padahal penisku sendiri sudah mulai tegak berdiri.
"Mending aku bantuin lho kalo begini", pintaku sambil senyum.
Diana ikut senyum dan menimpali, "Ah, De paling-paling kamu juga takut.., cuman omong aja".
"Mancing ya.." dia menimpali.
Aku merasa tertantang dengan omongannya langsung kujawab, "Nggak kok bener deh coba aja nyalain televisinya".
"Terus ngapain.., Berani beneran kamu", tantangnya tak kalah ngotot.
"He em.., Lihat aja.., aku udah tadi kog geregetan lihat kamu", balasku menantang, kulihat wajahnya memerah dan tanpa menunggu waktu lagi tangan Diana memijit tombol remote dan kulihat kembali bagaimana ganasnya cewek menghisap kemaluan si cowok.
Diana menggeser duduknya mendekatiku dan dia berbisik "De terus terang aku sama teman-teman sudah lama memperhatikan dirimu", belum sempat dia meneruskan aku sudah menyorongkan mulutku padanya, di luar dugaan dia langsung membalas dengan ganas dan buas. Hampir aku tidak bisa bernafas dan dengan sigap tanganku menjelajah seluruh tubuhnya. Tiba pada gumpalan daging yang mulai tadi kulirik kini sudah berada digenggamanku. Dengan lembut kuelus dan kuremas, Diana menggelinjang. Karena kursi yang kududuki sempit aku mencoba menggeser Diana pada tempat yang lebih lapang yaitu di karpet bawah.
Dengan perlahan tanganku mulai masuk pada gading susunya lewat celah ketiaknya. Kenyal sekali, kukucek terus sampai kurasakan puting Diana mulai mengeras sementara mulutku masih dikuasai oleh lidahnya yang panas. Kutarik mulutku dan kuangkat kaos Diana lewat kepalanya sehingga kini Diana tinggal hanya BH dan rok mininya. Aku melihat tak berkedip betapa besar dan indahnya payudara Diana walaupun sudah beranak tiga. Dengan cepat kutarik payudara itu keluar dari BH-nya.
Perlahan mulutku mendarat mulus pada lingkaran coklat kehitaman di tengah payudaranya. Kuhisap puting Diana yang mengeras dan besar. Dia mengerang tak karuan. Kuteruskan sambil tanganku mengusap seluruh tubuhnya. Aku menindih Diana perlahan, kurasakan penisku yang mulai membesar menatap perut Diana dan Diana menarik diri ke atas sehingga penisku mengarah tepat di selangkangannya. Tangan kiriku memeluk lehernya mulutku ke arah payudara kiri dan kanan sementara tangan kananku menjelajah tubuhnya. Kini tangan kiriku berpindah di susunya dan mulutku menciumi perut dan pusarnya sementara tangan kananku kini pada tempat yang tadi ditindih penisku yaitu vaginanya.
Diana terkejut dan, "Enngghh.., zz" dan suara itu tak beda dengan suara televisi yang kulirik semakin hot saja, tanganku tambah berani saja, kusibakkan rok mininya dan kuelus vaginanya. Tanganku tak sabar dengan cepat kumasukkan tanganku pada CD-nya dan kurasakan betapa lebat rambut vaginanya. Basah dan becak semakin terasa saat lubang vaginanya tersentuk jari tengahku. Kuucek perlahan Diana semakin tak karuan tingkahnya dan jariku yang lain mempermainkan clitorisnya. Aku tak bebas kutarik semua yang melekat di daerah pahanya yaitu rok dan CDnya, Diana hanya terpejam merasakan seluruh gerakanku. Kuperhatikan sekarang seorang perempuan telanjang bulat dengan payudara yang besar serta rambut kemaluan lebat dan clitorisnya yang cukup panjang keluar agak kaku. Tanganku terus mengucek lubang kemaluan Diana dan kudengar lenguhan tak karuan saat dua jariku masuk ke lubangnya.
Aku terkejut tiba-tiba Diana bangun dan menarik tanganku menjauh dari lubang kemaluannya, dengan mendesah Diana menarik kancing bajuku dan menurunkan retsleting celanaku hingga terlepas dan kini aku tinggal memakai CD saja. Diana menelusuri tubuhku dengan mulut mungilnya. Kini aku yang merasakan gejolak nafsu yang luar biasa, kurasakan tangan Diana mengelus penisku dari luar CD-ku. Mulut Diana semakin tak karuan arahnya leher, dada, pinggangku digigit kecil dan perutku juga tak luput dari ciumannya aku didorong sehingga posisiku telentang saat ini, tanganku hanya bisa menggapai kepala Diana yang kini berada di perutku.
Kurasakan tangan mungil mulai meremas-remas keras penisku dan penisku semakin kaku saja. Kuperhatikan wajah Diana terkejut saat tangannya mulai masuk CD dan memegang penisku. Cepat-cepat disibaknya semua penghalang penisku dan kini dia nampak jelas bagaimana penisku meradang. Kepala penisku memerah dan tangan Diana tak sanggup menutup semua bagian penisku.
Diremas-remas dengan gemas penisku dan memandangku mesra, Aku mengikuti matanya dan mengangguk. Diana mengerti anggukanku dan dengan perlahan mulut Diana disorongkan pada kepala penisku. Aku merasa hangat saat mulut kecil itu mendarat pada penisku. Diana mulai menggila dengan menghisap dan menjilat seluruh bagian penisku. Aku merasakan penisku berdenyut keras menahan hisapan kuat mulut Diana.
"Ahh.., zzt..", Diana semakin menjadi mendengar eranganku, seluruh tubuhku terasa melayang merasakan panasnya lidah yang menjilat dan mulut mungil yang menghisap, dan kuperhatikan kepala Diana naik turun dengan mulut penuh. Tangan Diana juga tidak tinggal diam kuperhatikan tangan kirinya sibuk meggosok vaginanya sendiri dan tangan kanannya memegang penisku dan mengocoknya sementara mulutnya tetap aktif menghisap dan terus menghisap.
Diana kini mulai menjauhkan mulutnya pada penisku dan tak seberapa lama dia duduk sambil menuntun penisku diarahkan pada vaginanya, rupanya Diana juga tidak sabar ini terbukti dengan dipaksakan dengan keras vaginanya untuk tertusuk penisku dan kurasakan penisku hangat saat menembus lubang vaginanyana. Kusaksikan wajah Diana meringis menahan laju penisku di vaginanya, dia tidak bergerak menyesuaikan diri dengan penisku.
Aku merasakan penisku berdenyut seperti dipijat, Diana perlahan mulai menggoyangkan pantatnya naik turun sambil rambutnya tergerai dan kulihat payudara Diana bergerak dan bergoyang indah, cepat-cepat kuremas dan kuusap-usap payudara besar itu dan tak seberapa lama kusaksikan Diana mengejang dengan memelukku erat dan kurasakan ada kuku yang menancap di punggungku
"sszztt.., eenngghh.., Aku nggak tahan De..", lenguhnya. Aku menjadi giat menggoyang penisku menusuk-nusuk vaginanya yang semakin basah, suara kecipak vaginanyana saat kutusuk membuatku semakin bergairah dan, aku memegang pinggang Diana untuk mengarahkan semua penisku pada lubangnya, aku mulai merasakan penisku panas dan mau keluar, Akhirnya..
"Diana.,., aku mulai nggak tahan nih.., mau keluar.., ahhzz", sambil terus kugoyang pantatku berputar dan meremas pinggulnya yang berisi, Diana semakin menjadi dan.., Creet.., creett.., creett. bersamaan dengan keluarnya spermaku aku merasakan ketegangan yang luar biasa bahkan lebih hebat dari yang tadi, kaki Diana kaku dan melingkar pada kakiku dan erangannya semakin keras dan binal. Pagutan tangannya kurasakan sampai aku hampir tak bernafas, Kami berdua puas dan sama-sama kelelahan.
Sejak peristiwa seks-ku dengan Diana aku semakin aktif untuk mengikuti senam, yach biasa untuk menyalurkan hasratku yang menggebu ini. Kegiatan ini semua tentunya juga rapi karena aku nggak kepingin istriku tahu hal ini. Suatu ketika aku diperkenalkan pada teman-teman Diana satu kelompok, dan pinter sekali Diana bersandiwara dengan berpura-pura telah bertemu denganku pada suatu pesta pernikahan seseorang sehingga temannya tidak ada yang curiga bahwa aku telah berhubungan dengan Diana.
Hari ini, seusai senam jam 08.30 aku harus langsung ke kantor untuk mempersiapkan pertemuan penting nanti siang jam 14.00. Kubelokkan kendaraanku pada toko buku untuk membeli perlengkapan kantor yang kurang, saat aku asyik memilih tiba-tiba pinggangku ada yang mencolek, saat kutoleh dia adalah Vivi teman Diana yang tadi dikenalkan.
"Belanja Apa De.., kog serius banget", Tanyanya dengan senyum manis.
"Ah nggak cuman sedikit untuk kebutuhan kantor aja kok".
Akhirnya aku terlibat percakapan ringan dengan Vivi. Dari pembicaraan itu kuperoleh bahwa Vivi adalah keturunan Cina dengan Jawa sehingga perpaduan wajah itu manis sekali kelihatannya. Matanya sipit tetapi alisnya tebal dan, Aku kembali melirik ke arah dadanya.., alamak besar sekali, kira-kira 36C berbeda jauh dengan Diana sahabatnya. Vivi memakai baju ketat dengan rok mini warna merah darah sehingga sangat kontras sekali dengan kulitnya yang putih mulus. Aku jadi panas dingin melihat gayanya yang centil itu.
"Eh.., De aku ada yang pengin kubicarakan sama kamu tapi jangan sampai tahu Diana ya", pintanya sambil melirikku penuh arti.
"Ngomong apaan sih.., serius banget Vi.., apa perlu", tanyaku penuh selidik.
"Iya perlu sekali.., Tunggu aku sebentar ya.., kamu naik apa", tanyanya lagi.
"Ada kendaraan kog aku", timpalku penasaran.
Akhirnya kuputuskan Vivi ikut aku walaupun mobilnya ada, nanti kalau omong-omongnya sudah selesai Vivi akan kuantar lagi ke tempat ini. Dalam perjalanan aku tidak bisa tenang karena Vivi sambil bicara sesekali merubah posisi duduknya dengan menyilangkan kaki berganti ganti sehingga nampak roknya semakin jauh saja dari lututnya dan Vivi tidak berusaha memperbaikinya. Mataku yang nakal cukup jeli juga menangkap keadaan ini. Vivi hanya tersenyum saat mataku naik kearah dadanya. Kuperhatikan pula kancing dada Vivi terbuka satu sehingga belahan dadanya yang putih sedikit nampak.
"Masalah apa Vi kamu kog serius banget sih", tanyaku lagi.
"Tenang De.., ikuti arahku ya.., santai saja lah..", pintanya.
Sesekali kulirik paha Vivi yang putih itu lagi. Vivi tetap tidak berusaha menutupi. Sesuai petunjuk arah dari Vivi akhirnya aku memasuki rumah besar mirip villa dan diceritakan oleh Vivi bahwa tempat itu biasa dipakai istirahat oleh keluarga besarnya dari luar kota.
"Ok Vi sekarang kita kemana ini dan kamu mau ngomong apaan sih", tanyaku tak sabar, setelah aku masuk ruangan dan Vivi mempersilakan duduk. Vivi duduk depanku dengan santai dan mataku sempat mencuri pandang ke arah selangkanganya, gila nih anak pamer aja ya.., pikriku tak karuan. Selangkangan Vivi nampak jelas dan samar-samar kulihat warna cream menutup pangkal pahanya.., mengkal dan gemol.
"Ok De langsung aja ya.., Kamu pernah merasakan bersama Diana ya", tanyanya. Deg dadaku berguncang mendengar perkataan Vivi yang ceplas ceplos itu.
Aku menagkis dengan menyatakan, "Merasakan apaan sih Vi", tanyaku pura-pura bodoh.
"Alah De jangan mungkir aku diberi tahu lho sama Diana, dia merasa puas sekali dengan punyamu.., Hayoo masih mungkir", desaknya sambil senyum dan mendekatiku manja. Aku nggak bisa bercakap lagi dan kurasakan ada rona merah di wajahku.
"Gila nih Diana nggak tahunya cerita juga sama temannya kalau habis main sama aku" pikirku.
Tak lama kemudian Vivi sudah mendekatiku sambil berbisik "De.., Aku mau juga kamu perlakukan seperti Diana De.., bahkan lebih".
Aku terkejut mendengar pengakuannya dan dengan agresif Vivi memulai mempermainkan kancing kemejaku dan mulutnya menyergapku tanpa ampun. Kurasakan lidahku panas saat bibir kami berpagut erat. Kesempatan ini tak kusia-siakan, tanganku langsung meraba buah dada yang ranum dan tersembul mulai tadi. Vivi terkejut dan menggelinjang tetapi mulutnya terus menghisap mulutku dengan rakus. Vivi orang yang tidak sabar, dengan sigap ditariknya sabuk celanaku dan sreet kudengar suara retsletingku turun.
"Auu..", kudengar pekikan kecil mulut Vivi saat tangannya yang putih menyentuk kepala kemaluanku yang menyembul keluar dari CD-ku. Vivi menoleh ke arahku sambil matanya berbinar dan, "Auhhmm.. Kuperhatikan Vivi menunduk dan memasukkan penisku dalam mulutnya, aku hanya bisa mengerang dan melenguh. Semakin keras lenguhanku semakin kuat pula Vivi menghisap dan menyedot batang kemaluanku. Aku tak tinggal diam, aku duduk dan mulai menggerayangi baju Vivi. Kutarik keras baju itu sampai kancingnya terlepas kini Vivi tinggal memakai BH dan Rok saja. Mulut Vivi masih terus mngucek penisku dengan ganas dan Vivi mengangkat rok merahnya CD-nya ditarik ke bawah.
Aku tertegun melihat tingkahnya dengan tergesa memegang ujung penisku dan diarahkan pada lubang vaginanya. "Bless.., sreett.., srreet, perlahan-lahan kurasakan penisku memasuki vagina yang sudak becek dan lembek. Vivi mendesis saat penisku menjarah perlahan lubang vaginanya yang sempit. Sambil mendudukiku dia mulai menggerak-gerakkan pantatnya yang besar. Aku memegang pinggulnya sambil terus ikut berputar. Kuperhatikan payudara Vivi bergoyang naik turun seirama dengan pantat serta vaginanya yang kelihatan penuh saat penisku membungkam vaginanya.
"Azz.., uuhh. Kuperhatikan lenguhnya semakin menjadi. Rambut Vivi terurai tak karuan menutupi sebagian wajahnya yang berkeringat. Aku tak peduli, kutarik nafas panjang untuk menjaga agar spermaku tidak buru-buru keluar, dan.., Tak sampai lima menit kudengar Vivi mengeluh panjang sambil memelukku erat.
"De.., De.., aku nggak kuat De.., ahh.., zztt hh.., Suaranya tak karuan dan kurasakan kukunya menancap erat di dadaku. Kaki Vivi melingkar kuat menandakan dia orgasme yang cukup hebat. Pelukan Vivi tidak lepas sampai akhirnya Vivi mulai melemas dan memandangiku dengan mesra. Aku merasakan penisku masih erat masuk dalam vaginanya. Vivi berdiri sejenak dan mengambil tissue dimeja dan mengelap vaginanya yang basah.
Tanpa menunggu komando lagi Vivi tidur telentang di karpet dan kulihat dengan jelas bulu-bulu vagina Vivi tidak banyak, selangkangannya agak kemerahan dan vaginanya kecil menciut. Payudara Vivi melebar dan ujungnya berwarna coklat kemerahan. Aku semakin tegang melihatnya. Mulutku mulai menjalar mulai leher sampai perutnya. Vivi hanya mengerang dan menggelinjang. Kakinya menyepak dan teriakannya semakin histeris, Aku tak peduli lagi. Saat mulutku akan sampai pada vaginanya Vivi menjambakku dan meminta penisku langsung masuk ke vaginanya.
"De.., aku nggak betah De.., Cepet De..", pintanya.
Wuih, ada juga ya cewek yang nggak sabaran seperti Vivi ini. Tanpa menunggu permintaanya kedua kali aku langsung mengangkat kaki kiri Vivi dan menjauhkan dari kaki kanannya. Kulihat vagina Vivi semakin merekah memerah dan, kepala kemaluanku kutuntun menuju lubang kemaluan Vivi. Aku menggoda dengan menggesek-gesekkan penisku pada ujung lubang vagina Vivi. Kulihat Vivi semakin menjadi-jadi mengerang tak menentu. Diangkatnya pantat Vivi saat penisku menjauh vaginanya dia tidak sabar.
Akhirnya kaki Vivi menggepit pinggangku kuat-kuat agar pantatku maju menuju vaginanya. Aku tak bisa bergerak lagi kutuntun kepala penisku menuju vagina Vivi tetapi hanya menggeleng saja tak muat. Vivi menjerit saat kupaksakan, akhirnya kepala kemaluanku kuusap dengan ludahku biar licin dan, tangaku menyibakkan bibir vagina Vivi agar kemaluanku bisa masuk dengan nikmat,.. Sreet,.. bles,.. perlahan namun pasti kemaluanku dikulum vagina Vivi. Kudengar jeritan kecil saat penisku menghunjam vagina Vivi.
"aauuhh.., zz.., pelan dulu De", pintanya sambil memelukku erat secara perlahan sesenti demi sesenti kudorongkan penisku memasuki gua yang sempit tersebut dan.., Bles.., goyangan terakhir dan cukup kuat berhasil membenamkan seluruh penisku pada vagina Vivi. Vivi terdiam sejenak dan mulai bergoyang dan berputar, penisku seakan dipijit ngilu namun geli. Kaki Vivi kunaikkan kepinggangku, aku merasa kemaluanku telah mentok masuk dalam vaginanya, Vivi semakin histeris menggapai hal itu. Tanganku meremas susunya kuat-kuat Vivi tak peduli, matanya terpejam menikmati goyangan pantatku. Saat penisku masuk keras-keras kulihat vagina Vivi tak sanggup menampung sehingga nampak bibir vagina Vivi ikut masuk kedalam, demikian pula saat keluar kurasakan bagian dalam vagina Vivi ikut mengantar penisku keluar.
oyanganku tambah lama tambah kuat dan Vivi dengan semangat mengimbangi. Sesekali kupegang pinggulnya dan dia kegelian, mata Vivi terpejam dan tangannya meraba-raba seluruh tubuhku. Pantat dan pinggangku jadi sasaran remasan tangan Vivi tapi semuanya itu menambah nikmat suasana.
"Vi.., Aku mau keluar.., Vi.., ahh", Belum sempat aku berkata lagi kurasakan ada cairan hangat menembak vagina Vivi dan Vivi dengan sekuat tenaga membalas dengan semakin banyaknya cairan yang keluar dari vaginanya. Aku menjatuhkan didi di dada Vivi dan Vivi mengimbangi dengan memelukku erat sambil melenguh panjang. Kembali kuku Vivi kurasakan menancap kuat pada punggungku dan kakinya kaku naik melingkar di pinggangku. Lama Vivi memelukku dengan mata terpejam seakan tidak mau kalau kenikmatannya berakhir. Diluar dugaan Vivi terbangun dan duduk di karpet, aku didorongnya hingga tertidur. Dia merabaku perlahan dan memasukkan kejantananku yang mulai mengkerut dalam mulutnya.
"Gila nih anak kagak puas aja rupanya", Kubiarkan Vivi berbuat semaunya dia berusaha membangunkan penisku yang sudah layu sambil mulutnya menyedot dan menjilat tangannya meraba seluruh tubuhku. Dilur dugaan penisku mulai terangsang lagi. Kuraih juga vagina Vivi jadi kami pakai gaya 69. Vivi pintar menghisap dan menjilat hampir seluruh bagian penisku tak luput dari jarahan mulutnya. Aku juga mempermainkan vaginanya yang merah. Saat clitoris Vivi kujilat dia teriak dengan mulut penuh penisku. Kugigit perlahan clitoris Vivi yang lumayan panjang itu dia semakin bernafsu kurasakan cairan hangat banyak keluar dari vagina Vivi, aku kini jadi tidak betah mengalami sedotan dan jilatan panas lidah Vivi. Vivi menarik vaginanya jauh dari mulutku, dia duduk menyedot dan menjilat penisku sambil menghadapku, melirik dan menggoyang mulutnya naik turun.
Kusibakkan rambut Vivi dan kulumat susunya dengan tanganku keras-keras untuk menahan geli saat kemaluanku diisapnya kuat. Aku mengangkat kaki kananku dan kutaruh pada pundak Vivi sehingga Vivi semakin leluasa mengemut dan mengulum seluruh bagian penisku. Tapi sayang mulut Vivi tak sanggup menampung seluruh batang penisku sehingga batang penis yang tidak muat di mulutnya dijilati dari luar secara merata. Mulut Vivi kulihat mengempis saat hisapan kuatnya diarahkan pada kepala penisku. Kepalanya naik turun mengikuti keluar masuknya penisku dari mulutnya dan tangannya juga membantu agar spermaku cepat keluar.
Aku hanya bisa memandang serta terpejam memperoleh perlakuan seperti ini. Seakan tak merasa lelah Vivi terus mengelomoh batang penisku dan mempermainkan telor penisku dengan jilatan lidahnya, Aku merinding dan mengerang tapi Vivi tidak mempedulikan, justru eranganku menjadikan dia semakin kesetanan melahap kemaluanku. Kuusap-usap rambutnya dan manariknya, dia tetap bersikap ganas dan agresif. Penisku tambah mengeras dan kurasakan spermaku sudah tak tahan berlama-lama di dalam.
"Vi.., udah Vi.., Lepaskan.., akau mau keluar.., auuhhzz", mendengar teriakanku seperti itu justru sebaliknya Vivi tambah mempererat hisapannya pada penisku dan sambil tangannya naik turun membantu agar spermaku cepat keluar, di luar dugaan.., Creet.., creet.., creet" Saat spermaku keluar mulut Vivi masih terus menghisap kuat kuat. Akhirnya penisku keluar dengan keadaan bersih dari mulut Vivi yang mungil. Vivi tersenyum bahagia melihat aku masih tergolek kelelahan.
"De..", sapanya manja setelah kami semua berpakaian rapi.
"Apa..", jawabku malas-malasan.
"Sebenarnya aku tadi nggak tahu lho kalau kamu udah sama Diana, aku cuman mancing aja kog.., abis kulihat Diana kalau lihat kamu mesra banget De.., Jadi.., kutaksirkan seperti itu"
"Uh dasar.., jadi aku kepancing nih", jawabku sambil menggaruk rambutku yang nggak gatal.
"Terus kenapa.., Nyesel ya", Tanya Vivi.
"Nyesel sih nggak Vi malah pengin terus.., abisan vagina kamu kecil sih", jawabku asal-asalan.
Dan akhirnya aku berangkat ke kantor bersama Vivi untuk mengambil kendaraanya. Vivi semakin erat duduknya dalam mobil. Sebagai ungkapan sayang Vivi dikecupnya batang kemaluanku dengan mesra saat kemaluanku berdiri lagi, dimasukkannya dalam CD-ku dan berkata, "Udahan dulu yang.., nanti kalo ada waktu pasti tak kasih lagi". Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya yang manja itu. Sampai dikantor aku kesiangan dan dimarahi oleh direktur, tapi nggak apa-apa yang penting sudah tahu rasanya Vivi.
TAMAT
Gabung dalam percakapan